JATIMTIMES - Anggota Komisi E DPRD Jatim Puguh Wiji Pamungkas menaruh perhatian serius terhadap wacana Kementerian Kesehatan (Kemenkes) untuk menghapus kelas rumah sakit berdasarkan tipe (A, B, C, D) dan rumah sakit khusus. Klasifikasi tersebut akan digantikan dengan standar berbasis kompetensi.
Puguh mendorong Pemprov Jatim agar mempersiapkan diri. Sebab, Puguh menilai tidak semua rumah sakit milik Pemprov siap menghadapi perubahan regulasi ini.
Baca Juga : Audiensi dengan Hippi, Fraksi Golkar DPRD Jatim Pastikan Dukung Perkembangan UMKM
Untuk bisa mencapai kompetensi Paripurna, rumah sakit harus memenuhi sejumlah standar, mulai dari SDM, peralatan, hingga infrastruktur. “Ini butuh strategi dan anggaran yang tidak sedikit. Kalau Pemprov tidak menyiapkan dari sekarang, bisa jadi rumah sakit daerah kita tertinggal dan tidak optimal melayani masyarakat,” ungkapnya, Rabu (10/9/2025).
Sekretaris Fraksi PKS DPRD Jatim itu berharap Pemprov Jatim segera menyusun langkah konkret agar kebijakan baru Kemenkes ini bisa diimplementasikan dengan baik. “Pemprov harus hadir, menyiapkan strategi yang matang. Jangan sampai masyarakat jadi korban kebingungan, sementara rumah sakit kita belum siap,” tandasnya.
Lebih lanjut, menurut legislator asal Dapil Malang Raya ini, kebijakan tersebut membawa kelebihan sekaligus tantangan. Baik bagi masyarakat maupun pemerintah daerah.
Dia bilang, sistem rujukan nantinya tidak lagi berdasar kelas rumah sakit, tetapi kompetensi layanan. Misalnya, jika rumah sakit memiliki kompetensi paripurna di bidang kebidanan, maka rumah sakit tersebut bisa menerima rujukan dari RS yang kompetensinya masih Dasar atau Madya.
“Kalau sebelumnya masyarakat diarahkan berjenjang dari RS tipe D ke C, lalu B dan A, ke depan sistemnya berubah. Rujukan akan langsung ditentukan berdasarkan kompetensi layanan yang dimiliki rumah sakit,” jelasnya.
Baca Juga : Efisiensi Anggaran Tidak Berdampak ke Kinerja, Ketua DPRD Situbondo, Fokuskan Kegiatan di Dalam Kota
Ia menilai kebijakan ini bisa memberi kemudahan. Pasien tidak harus selalu ke RS tipe A seperti RSUD dr. Soetomo. Jika ada RSUD kabupaten/kota yang sudah Paripurna di layanan tertentu, pasien cukup dirujuk ke sana. “Ini jelas bisa mengurangi beban rumah sakit besar, sekaligus mendekatkan akses layanan bagi masyarakat di daerah,” terangnya.
Namun, Puguh mengingatkan adanya potensi kerumitan baru. Masyarakat harus lebih jeli memahami rumah sakit mana yang punya kompetensi spesifik di bidang tertentu. “Poli spesialis itu banyak, mulai penyakit dalam, saraf, bedah, hingga kebidanan. Kalau masyarakat tidak melek informasi, bisa bingung menentukan rujukan,” urainya.