JATIMTIMES - Sidang putusan kasus penempatan dan perekrutan ilegal Calon Pekerja Migran Indonesia (CPMI) yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Kota Malang, Senin (8/9/2025), resmi ditunda. Penundaan dilakukan lantaran majelis hakim belum mencapai kesepakatan terkait amar putusan yang akan dibacakan.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Kota Malang, Su’udi, mengungkapkan bahwa majelis hakim masih membutuhkan waktu tambahan untuk merumuskan amar putusan. “Majelis hakim masih melakukan musyawarah lebih lanjut karena belum bersepakat. Oleh karena itu sidang ditunda hingga Rabu (10/9/2025),” ujar Su'udi.
Baca Juga : Gerakan Anti-Narkoba: SMPN 2 Kalipuro Banyuwangi Gandeng YAN-LPSS
Dalam kasus ini, ada tiga terdakwa yang dihadapkan ke meja hijau, yakni Hermin Naning Rahayu (45) sebagai penanggung jawab tempat penampungan, Dian Permana (37) sebagai kepala cabang PT NSP Malang dan Alti Baiquniati (34) sebagai perekrut sekaligus penjemput CPMI.
Ketiganya didakwa melanggar Pasal 2 dan/atau Pasal 4 dan/atau Pasal 10 UU RI No 21 Tahun 2007 tentang TPPO, serta Pasal 81 dan/atau Pasal 85 UU RI No 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia.
Namun, pada sidang tuntutan (25/8/2025), JPU menyatakan bahwa unsur Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) tidak terbukti. Fakta persidangan lebih menguatkan dakwaan penempatan dan perekrutan ilegal CPMI, sehingga ketiga terdakwa dituntut dengan Pasal 81 juncto Pasal 69 UU RI No 18 Tahun 2017.
Ketua Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) Jawa Timur, Endang Yulianingsih, berharap majelis hakim benar-benar mempertimbangkan fakta persidangan, termasuk keterangan saksi korban.
“Meski unsur TPPO tidak terbukti, tapi ini jelas bentuk pelanggaran serius. Kami berharap putusan hakim memberikan keadilan bagi korban,” tegas Endang.
Baca Juga : Ada Tunjangan Sesuai Ketentuan Daerah, Mensos Pastikan Hak Guru dan Kepala Sekolah Rakyat Terpenuhi
Endang juga mengingatkan agar kasus ini menjadi pembelajaran penting, bahwa perlindungan pekerja migran harus ditegakkan secara adil dan tegas. “Jangan sampai kasus serupa terulang di kemudian hari. Para terdakwa harus dihukum seberat-beratnya,” pungkasnya.
Kasus ini makin menarik perhatian publik setelah terungkap bahwa PT NSP Cabang Malang baru mengantongi izin operasional pada 15 November 2024. Namun, sejumlah korban mengaku telah direkrut jauh sebelum izin resmi tersebut diterbitkan.
Dengan fakta itu, publik kini menanti apakah majelis hakim akan menjatuhkan putusan yang benar-benar mencerminkan keadilan, atau sebaliknya justru memicu kontroversi baru.