Jangan Panggil Mama Kafir, Film Paling Menyentuh Tahun Ini, Kisah Ibu Non-Muslim Besarkan Anak Muslim Bikin Penonton Terisak

Reporter

Hendra Saputra

Editor

A Yahya

16 - Oct - 2025, 06:05

Michelle Ziudith bersama Giorgino Abraham pemeran Maria dan Fafat saat jumpa fans di Mopic, Kota Malang (foto: Hendra Saputra/JatimTIMES)

JATIMTIMES - Bagaimana bila seorang ibu non-Muslim harus membesarkan anaknya dalam ajaran Islam? Bukan sekadar pertanyaan, tapi inilah kenyataan getir namun penuh cinta yang diangkat dalam film terbaru 'Jangan Panggil Mama Kafir'. Film ini mulai tayang serentak di bioskop seluruh Indonesia sejak 16 Oktober 2025 dan langsung mencuri perhatian publik.

Disutradarai oleh Dyan Sunu Prastowo dan diproduksi oleh Maxima Pictures bekerja sama dengan Rocket Studio Entertainment, film ini menjadi karya ke-60 Maxima sekaligus bagian dari perayaan 21 tahun perjalanan rumah produksi tersebut di industri perfilman tanah air.

Baca Juga : Dipecat PSSI, Ini Respons Menyentuh Patrick Kluivert untuk Timnas Indonesia dan Fans

Film ini menyoroti kisah Maria, seorang perempuan non-Muslim yang jatuh cinta pada Fafat, putra dari seorang Ustadzah. Meski hubungan mereka sarat rintangan karena perbedaan agama, cinta mereka tak luntur. Keduanya menikah dan dikaruniai seorang putri, Laila. Namun tak lama setelah itu, Fafat meninggal dunia akibat kecelakaan tragis.

Sebelum meninggal, Fafat sempat berpesan kepada Maria untuk mendidik Laila sesuai ajaran Islam. Dari sinilah perjuangan Maria sebagai ibu tunggal dimulai. Ia bukan hanya harus menepati janji, tetapi juga menghadapi pandangan sinis masyarakat, rasa kehilangan, dan tantangan besar dalam memahami agama yang bukan keyakinannya sendiri.

“Aku mengalami perjalanan batin yang luar biasa saat memerankan Maria,” ujar Michelle Ziudith, yang memerankan tokoh utama Maria. 

“Cinta seorang ibu itu tidak pernah memandang agama, batas, atau apapun. Ketika anak adalah segalanya, maka ibu akan memberikan segalanya,” imbuh Michelle. 

Sementara itu, Giorgino Abraham yang memerankan Fafat mengaku memiliki pengalaman menarik dalam memerankan peran. Salah satu adegan paling membekas adalah saat karakter Fafat dan Maria melakukan quality time dengan salat bersama. Meski singkat, adegan tersebut memberi dampak emosional yang kuat.

“Buat saya, ini bukan sekadar drama cinta beda agama. Ini tentang logika, iman, dan toleransi yang berjalan bersama. Saya pribadi pernah mengalami fase jatuh cinta pada yang berbeda keyakinan. Tapi kadang, cinta tidak cukup,” ungkap Giorgino.

Baca Juga : Revisi Perda BUMD, Komisi C DPRD Jatim Ungkap Perubahan Ketentuan Modal hingga Laba

Film ini bukan ingin menyulut kontroversi, melainkan membuka ruang diskusi tentang realita yang kerap terjadi namun jarang dibicarakan secara terbuka.

Yoen K, produser Maxima Pictures, menegaskan bahwa film ini lahir dari kisah nyata yang banyak ditemukan di masyarakat Indonesia yang majemuk. Ia menyebut film ini bukanlah film religi, tapi film keluarga yang berakar pada nilai-nilai kemanusiaan dan cinta universal.

“Kami ingin penonton memahami bahwa cinta, pengorbanan, dan keikhlasan seorang ibu tak bisa diukur oleh apapun, termasuk perbedaan keyakinan,” ujar Yoen. 

Selain Michelle Ziudith dan Giorgino Abraham, film ini juga dibintangi oleh Elma Theana sebagai Ustadzah Umi Habibah dan aktris cilik pendatang baru Humaira Jahra sebagai Laila, sang anak. Akting solid para pemain dan arahan sutradara yang kuat menjadikan film ini terasa sangat hidup dan dekat dengan realitas penonton Indonesia.